Uncategorized

Hanya Bawaslu, Yang Diuntungkan Secara Langsung Oleh Putusan DKPP-RI

KABAR GORONTALO.ID – Sejak dibacakan putusan DKPP RI Nomor:168-169-PKE-DKPP/X1/2020 pada Rabu, 13 Januari 2021, membuat banyak pihak kaget bahkan menilai keputusan DKPP RI tersebut menguntungkan pasangan calon tertentu.

Menurut kajian pribadi saya, lantas putusan DKPP RI ini memang sudah saya tunggu-tunggu sejak tiga hari lalu. Karena, saya ingin memastikan apakah KPU Kabupaten Gorontalo yang melanggar etika sebagai penyelenggara pilkada, atau justru Bawaslu.

Menjelang putusan itu dibacakan, Kajian serta diskusi para praktisi dan akademisi hukum sempat ramai dibincangkan menyoal rekomendasi Bawaslu Kabupaten Gorontalo yang di anulir oleh KPU Kabupaten Gorontalo, karena banyak pihak berpendapat (termasuk saya pribadi) proses penerbitan rekomendasi Bawaslu Kabupaten Gorontalo itu sudah melalui proses pengkajian mendalam serta berpedoman pada Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020.

Namun pada bagian pertimbangan putusan majelis DKPP RI, menilai justru teradu (Komisioner KPU) dalam menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu hanya menjalankan syarat formal – prosedural tidak memaknai secara filosofis pasal 71 ayat (3) UU 10 Tahun 2016.

Selanjutnya majelis DKPP RI juga menilai kesimpulan para teradu (komisioner KPU) tidak dapat dibenarkan secara etika. Memang putusan DKPP RI bersifat final and binding, sehingga tidak ada upaya hukum yang bisa menganulir putusan tersebut.

Apabila, ada pihak yang ingin menggunakan putusan ini sebagai alat bukti untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi (Perselisihan Hasil Pemilihan) boleh-boleh saja, sebab Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:8/PHP.KOT-XVI/2018, terhadap perselisihan hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Cirebon Provinsi Jawa Barat pemohon mencantumkan putusan DKPP RI Nomor:167/DKPP-PKE-VII/2018 sebagai bukti P-219, sehingga putusan Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan KPU Kota Cirebon tentang penetapan Rekapitulasi hasil penghitungan suara lemilihan dan memerintahkan KPU Kota Cirebon untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU)

Apalagi, saat ini telah terbit Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2020 yang di dalamnya terdapat perbedaan mendasar terkait dengan norma ambang batas persentase selisih hasil suara pemilihan, kalau pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 tahun 2016 tentang pedoman beracara dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dengan satu pasangan calon, serta Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 tahun 2017 tentang pedoman beracara dalam perkara perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d menyebutkan secara rinci terkait norma ambang batas persentase.

Saya cukupkan pembahasan soal Mahkamah Konstitusi, karena saya ingin fokus pada Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Gorontalo yang berdasarkan Putusan DKPP RI seluruh teradu Wahyudin M. Akili (teradu 1), Moh Fadjri Arsyad (teradu 2) dan Alex Kaaba (teradu 3) masing-masing nama baiknya direhabilitasi.

“Menurut saya putusan rehabilitasi merupakan prestasi gemilang bagi teman-teman Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Gorontalo, olehnya ini patut dicontoh oleh para Penyelenggara Pemilu/Pemilihan di seluruh Indonesia,” Tutup Adnan yang merupakan Advokat Pada Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) DPD Provinsi Gorontalo sekaligus Managing Partner pada Law Firm.

Penulis (Opini) : Abdul Hanap M.P, SH.,MH (Adnan Parangi) and Partners.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button