Komisi II DPRD Provinsi Gelar RDP Terkait Tuntutan Nelayan Atas Penerapan Aturan Penangkapan Ikan Terukur

Gorontalo – Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Gorontalo untuk membahas beberapa tuntutan para nelayan terhadap dampak dari beberapa regulasi yang menurut nelayan bahwa aturan tersebut terkesan tidak menguntungkan bagi mereka.
Adapun beberapa regulasi dan kebijakan Pemerintah yang menjadi tuntutan Asosiasi Nelayan Provinsi Gorontalo tersebut antara lain, Pertama: Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 Tentang Penangkapan Ikan Terukur dan turunannya.
Kedua: Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) Dimana Kapasitas 30 GT ke bawah sudah harus menggunakan atau memasang alat VMS (Veseel Monitoring System).
Ketiga: Target PNPB oleh Kementrian yang pada pemberian sanksi pembekuan Surat Izin. Keempat: Permohonan Penggunaan BBM bersubsidi untuk kapasitas 32 GT.
Kelima:Penertiban Rumpon.
Dari beberapa aturan dan kebijakan kementrian Kelautan dan Perikanan tersebut dinilai menimbulkan kontroversi di kalangan nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan.
Limonu Hippy selaku Anggota komisi II DPRD Provinsi Gorontalo menyatakan dari beberapa tuntutan nelayan tersebut penting untuk disikapi dan dibijaki oleh pihak Kementrian Kelautan dan Perikanan agar tetap memberikan ruang dan kesempatan terhadap nelayan untuk mengembangkan usaha-usaha mereka, agar target Pemerintah untuk mensejahterakan rakyat akan terwujud. Sebab disamping mereka bayar pajak dan PNBP, Pelaku usaha Perikanan (Nelayan) ini tentu sudah berkontribusi kepada Negara dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lainnya.
“Kami berharap kepada Pemerintah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo untuk sama memperjuangkan apa yang menjadi keluhan nelayan berupa Pengadaan alat VMS, menambah radius zona penangkapan ikan dari 12 mm bagi 32 GT kebawah, penggunaan BBM bersubsidi untuk 32 GT bagi Koperasi Nelayan dan untuk tidak melakukan penertiban terhadap rumpon yang sudah beroperasi skrg ini,” ujarnya
Lanjut, Mari kita pikirkan bersama bahwa berdasarkan data yang ada, saat ini terdapat sekitar 600 rumpon yang tersebar di wilayah perairan Gorontalo dan menjadi sumber utama pendapatan bagi para nelayan. Namun ketika dengan adanya kebikajan KKP terkait dengan pembatasan jumlah rumpon tersebut, dan terinfornasi nelayan Gorntalo tinggal mendapatkan jata 12 rumpon saja yang bisa dioperasikan, maka hal ini akan berdampak terhadap lemahnya perekonomian masyarakat pesisir, mengingat sebagian besar nelayan di Gorontalo mengandalkan rumpon untuk menangkap ikan.
Apalagi rumpon yang mereka buat itu menggunakan anggaran yang besar bahkan mereka banyak yang berhutang hanya karena memodali usaha rumpon mereka tersebut, lalu ketika dilakukan penertiban, maka dipastikan akan bermasalah besar. Sebab mereka tidak beroleh pendapatan lagi untuk membayar hutang dan memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka.

Limonu Hippy menegaskan manakala kami Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo dibutuhkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan untuk memperjuangkan beberapa hal yang menjadi tuntutan nelayan tersebut, maka kami siap membersamai Dinas dalam mengkonsultasikan dan memperjuangkan hal ini dengan kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mendapatkan solusi terbaik dan berpihak terhadap kepentingan rakat.
“Kedepan kami berharap dalam membuat peraturan-peraturan yang berkenaan dengan kepentingan negara dan hajat hidup masyarakat kiranya dapat mempertimbangkan semua aspek yang ada terutama pengembangan usaha masyarakat, bukan mengorbankan mata pencaharian masyarakat,” tegas Limonu.
Terakhir Limonu Hippy yang ditakeline oleh masyarakat “TORANG PE ANDALAN” ini berharap kepada petugas Satwas KKP untuk tidak arogan dalam menjalankan tugas operasi dilapangan dan berharap kepada nelayan juga untuk dapat memenuhi kewajibannya kepada negara.
“Kami berharap pula kepada petugas Satuan Pengawas KKP tetap humanis dan tidak harus arogan ketika berhadapan dengan nelayan lokal disaat menjalankan tugas pengawasan dilapangan,” harapanya
Disisi lain juga, Ia berharap kepada nelayan terutama pelaku usaha yang sudah mampu untuk memenuhi kewajibannya kepada negara seperti mengurus izin, membayar pajak dan membayar retribusi dari hasil produksinya atau tangkapannya berupa membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang tentu pendapatan negara tersebut akan dikembalikan ke rakyat berbentuk program pembangunan sarana dan fasilitas nelayan itu sendiri dan bantuan modal usaha bagi nelayan yang lainnya yang tidak mampu (miskin).