Hamzah Idrus Kritik Menjamurnya Gerai Ritel, Dorong Perhatian Serius pada Pelaku Usaha Kecil

Bone Bolango,(Kabargorontalo.id) – Keberadaan gerai ritel modern seperti Alfamart, Indomaret, dan Alfamidi yang kian menjamur di sepanjang Jalan Poros Tapa–Bulango, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, mulai memicu kekhawatiran dan protes dari berbagai pihak, terutama pelaku usaha kecil dan masyarakat lokal.
Kritik paling tajam datang dari Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Hamzah Idrus. Dalam pernyataan terbarunya, ia menegaskan bahwa pertumbuhan toko ritel modern di wilayah tersebut telah mencapai titik mengkhawatirkan. Bahkan menurutnya, ekspansi masif ritel berjaringan nasional itu telah berdampak nyata terhadap keberlangsungan kios-kios tradisional dan warung kecil yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat lokal.
“Kita tidak anti kemajuan, tapi harus ada keadilan. Di sepanjang Jalan Poros Tapa-Bulango, sekarang hampir tiap ratus meter berdiri Alfamart, Indomaret, dan Alfamidi. Ini tidak sehat untuk iklim usaha lokal. Usaha kecil, kios-kios rakyat, makin terpinggirkan dan akhirnya gulung tikar,” tegas Hamzah dalam pernyataan resminya, Kamis (26/06/2025).
Hamzah Idrus secara tegas meminta Pemerintah Kabupaten Bone Bolango maupun instansi terkait di tingkat provinsi untuk segera menghentikan penerbitan izin baru bagi toko ritel modern, khususnya yang ingin membuka cabang di kawasan strategis seperti poros Tapa-Bulango.
“Stop! Jangan lagi keluarkan izin baru. Wilayah ini sudah jenuh. Kalau dibiarkan terus, jangan heran kalau lima tahun ke depan kita tidak punya lagi kios rakyat. Semua akan dikuasai oleh jaringan besar yang kapitalnya luar biasa,” lanjutnya.
Ia pun mengingatkan bahwa tugas pemerintah bukan sekadar memfasilitasi investasi, tetapi juga melindungi ekonomi masyarakat kecil agar tidak tersisih oleh arus modernisasi yang tidak terkendali.
Tak hanya menyoroti soal izin, Hamzah juga menuntut agar seluruh ritel modern yang sudah terlanjur beroperasi di Bone Bolango diberi kewajiban sosial dan ekonomi yang konkret. Salah satunya dengan menyediakan satu stand khusus di setiap gerai untuk penitipan dan penjualan hasil usaha masyarakat lokal, terutama pelaku UMKM di sekitar lokasi.
“Saya minta kepada manajemen Indomaret, Alfamart, dan Alfamidi — kalau memang serius ingin diterima masyarakat, jangan cuma jual produk dari pusat. Sediakan space khusus untuk produk-produk UMKM masyarakat sekitar. Itu bentuk keadilan sosial,” desaknya.
Menurut Hamzah, jika ritel modern tetap ingin beroperasi tanpa menimbulkan keresahan sosial, maka model bisnisnya harus beradaptasi dengan lingkungan sosial dan budaya ekonomi masyarakat lokal. Apalagi UMKM adalah sektor yang terbukti tahan banting bahkan di tengah krisis, dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Melihat situasi ini, Hamzah Idrus mendesak Pemkab Bone Bolango agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak sosial dan ekonomi dari menjamurnya ritel modern. Ia menyarankan adanya pembatasan zonasi serta penerapan kebijakan kewajiban sosial perusahaan (CSR) yang berpihak pada pemberdayaan ekonomi lokal.
“Kalau dibiarkan liar tanpa regulasi ketat, ini bisa jadi bom waktu. UMKM adalah tulang punggung ekonomi kita, bukan jaringan ritel modern. Pemerintah harus berpihak,” tutupnya.
Pernyataan Hamza Idrus menjadi pengingat bahwa pembangunan ekonomi daerah tidak bisa hanya berorientasi pada pertumbuhan angka-angka. Pemerataan, keadilan, dan keberlanjutan sosial harus menjadi fondasi kebijakan publik. Ritel modern boleh tumbuh, tapi jangan sampai menumbangkan perekonomian rakyat kecil. (Red/KG)