Reses Masa Persidangan III, DPRD Provinsi Bahas Masalah Tambang dan Air Bersih di Pohuwato

Pohuwato, (kabargorontalo.id) – Kunjungan kerja anggota DPRD Provinsi Gorontalo dari Daerah Pemilihan (Dapil) Boalemo–Pohuwato ke Kabupaten Pohuwato kali ini bukan sekadar rutinitas agenda reses. Para legislator turun langsung untuk menggugah kesadaran pemerintah daerah terhadap masalah yang kian nyata: investasi besar-besaran yang tak sebanding dengan kesejahteraan masyarakat lokal.
Dalam kunjungan yang berlangsung di ruang kerja Wakil Bupati Pohuwato, Iwan Adam, Tim Reses DPRD menyampaikan sejumlah temuan krusial di lapangan. Mulai dari ketimpangan tenaga kerja lokal, dampak buruk aktivitas tambang terhadap lingkungan, hingga lemahnya pengawasan atas regulasi investasi. Selasa (24/6/25).
Ketua Tim Reses, Limonu Hippy, secara tegas menyoroti kondisi miris di balik masifnya arus investasi di daerah tersebut.
“Investor datang silih berganti, tapi manfaat bagi masyarakat lokal masih sangat minim. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa setiap investasi membawa dampak positif, bukan justru menciptakan ketimpangan baru,” tegas Limonu.
Salah satu sorotan paling tajam datang dari data tenaga kerja. Dari sektor industri dan pertambangan di Pohuwato, hanya 40 persen yang diisi oleh warga lokal. Sisanya diisi pekerja dari luar daerah.

“Ini tidak adil. Masyarakat Pohuwato jangan hanya jadi penonton di tanah sendiri. Komposisi tenaga kerja harus segera dibalik—minimal 60 persen harus warga lokal,” ujar Limonu dengan nada prihatin.
Menurutnya, jika tidak ada aturan ketat terkait rekrutmen tenaga kerja lokal, maka investasi yang masuk hanya akan memperparah ketimpangan sosial dan menimbulkan gejolak di kemudian hari.
Tidak hanya masalah ketenagakerjaan, persoalan lingkungan juga menjadi titik tekan utama dalam pertemuan tersebut. Salah satu dampak nyata yang dikeluhkan warga adalah krisis air bersih di beberapa desa terdampak tambang.
Air yang dulunya bersih kini berubah keruh. Warga harus menempuh jarak jauh atau membeli air demi kebutuhan harian. DPRD menyebut ini sebagai “konsekuensi buruk dari aktivitas tambang yang tak terkendali.”
“Kita tidak menolak tambang. Tapi harus ada kontrol. Kalau masyarakat kehilangan air bersih demi emas dan nikel, itu bukan pembangunan, itu bencana perlahan,” kata salah satu anggota DPRD yang hadir.
Menjawab berbagai kritik tajam itu, Wakil Bupati Pohuwato Iwan Adam menyatakan pemerintah daerah tidak tinggal diam. Ia berkomitmen untuk menindaklanjuti seluruh masukan DPRD dan akan segera menggelar rapat bersama OPD dan DPRD kabupaten.
“Kami sudah punya beberapa langkah strategis, termasuk mengkaji ulang Perda ketenagakerjaan dan pengawasan investasi. Isu air bersih juga sedang kami tangani, meski curah hujan tinggi membuat air baku agak sulit dikendalikan,” ujar Iwan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Gorontalo La Ode Haimudin, yang memimpin tim koordinasi reses, menekankan pentingnya sinergi lintas lembaga. Ia berharap, pertemuan ini menjadi titik awal konsolidasi serius antara pemerintah provinsi, kabupaten, dan DPRD dalam merancang kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat.
“Kebijakan dan anggaran pusat itu banyak. Tapi kalau tidak ada sinergi, pembangunan bisa salah arah. Kami di DPRD akan terus awasi dan dorong agar semua program pro-rakyat berjalan nyata di lapangan,” ujar La Ode.
Dalam agenda ini, turut hadir sejumlah anggota DPRD lainnya: Wahyu Moridu, I Wayan Sudiarta, Anas Yusuf, Mikson Yapanto, dan Sapia Tuna. Kehadiran mereka mempertegas bahwa reses bukan sekadar kegiatan simbolik, melainkan wujud nyata fungsi pengawasan dan perjuangan aspirasi rakyat. (Redaksi)